Tablet Buat Apa?

Narsis dikit boleh kan ya?
Narsis dikit boleh kan ya?

Saya pernah menjadi orang yang skeptis terhadap teknologi yang bernama tablet. Saya pernah punya sebuah tablet berbasis Android. Harganya murah, karena waktu itu saya hanya ingin mencoba merasakan sensasi punya tablet. Sesuai pepatah Jawa: “Ana rega, ana rupa”, tablet yang saya beli performanya sangat tidak bisa diandalkan. Spesifikasi yang megah hanya sebatas di atas kertas. Ketika saya pakai selalu nge-lag. Berhubung saya juga nggak punya keinginan yang kuat buat beli tablet, maka jadilah barang tersebut mubazir, sampai akhirnya saya jual.

Semenjak itu saya skeptis terhadap kebutuhan akan tablet. Sampai pada suatu saat teman saya meminjamkan tabletnya ke saya (lebih tepatnya minta dijualkan). Samsung Galaxy Note 10.1 yang dilengkapi dengan stylus memukau saya. Seperti anak yang menemukan mainan, saya memainkan tablet tersebut, termasuk memanfaatkan stylus. Akhirnya saya menemukan tujuan menggunakan tablet: untuk mendukung pekerjaan. Sayangnya waktu saya pakai Galaxy Note, barang tersebut kemudian laku (mau ditebus pakai uang sendiri pun belum cukup).

Berbekal tujuan yang jelas, maka saya mencari kesempatan untuk memiliki tablet. Tak perlu yang mahal, tetapi lancar digunakan untuk kepentingan kerja. Akhirnya saya memilih iPad Mini. Tablet yang serbatanggung ini saya pilih karena iOS terbukti stabil dan tidak rewel, di samping harganya yang tidak terlalu mahal (saya beli di US). Saya menikmati menggunakan tablet khususnya untuk presentasi, menulis notulensi dan ide-ide tulisan seperti yang saya tulis saat ini.

Saya belajar satu hal: tanpa tujuan, apa yang kita kejar seakan sia-sia. Kita kehilangan korelasi dengan hidup kita sendiri. Tujuan memenuhi apa yang ingin kita wujudkan. Bahasa kerennya: purpose-driven life.

Apa tujuan hidupmu?