Pilpres 2014

Seperti yang terjadi sebelumnya, pilpres atau pemilu selalu membawa hal-hal yang pilu. Harga bahan pokok melonjak, inflasi meroket, nilai tukar kurs membubung tinggi, dan ketidakstabilan situasi sosial politik selalu menyertai pilpres. Saking biasanya, kita menghadapi masing-masing secara parsial dan tidak melihat dari sudut pandang yang lebih luas.

Tahun 2014 ini beberapa hal yang saat ini terjadi adalah saling tuduh antar kubu pendukung calon presiden. Tahun ini pasangan capres yang beradu adalah Joko Widodo – Jusuf Kalla vs Prabowo Subianto – Hatta Rajasa. Kuatnya masing-masing pendukung kubu hingga melahirkan berbagai kampanye hitam untuk saling menjatuhkan. Tepat sebelum pemilu, pemerintah menaikkan beberapa komponen pajak yang jelas berdampak pada bisnis. Kebetulan tempat saya bekerja terkena dampaknya secara signifikan. Tak hanya tempat saya bekerja, tapi banyak lagi yang ikut berdampak dari kenaikan pajak ini. Awal Juni 2014 indikasi nilai tukar rupiah terhadap dollar melemah.

Tanggal 3 Juni 2014 tercatat nilai tukar berada di level Rp 11.800/ 1 USD. Tentu ini bukan akhir. Masih ada potensi untuk terus melemah. Pemerintah rupanya menyimpan “warisan” berupa hutang sebesar USD 2 miliar lebih, yang sewaktu-waktu bisa meledak dalam bentuk inflasi. Juga beberapa konflik SARA muncul, seperti kasus penyerangan di Yogyakarta terhadap sekelompok orang yang beribadah di rumah dan juga penyerangan rumah pendeta dan muncul beberapa vandalisme ofensif di kota yang sama ingin memprovokasi dan mengguncang ketertiban dan keamanan di kota yang disebut kota multikultural.

Saya melihat secara luas hal-hal ini terjadi secara disengaja untuk menciptakan instabilitas sosial politik nasional. Umpan-umpan maut ini mungkin belum berdampak sangat signifikan secara nasional. Namun sedikit banyak akan berdampak di pemerintahan yang Jawa-sentris ini. Saya masih menunggu apakah akan meledak lebih kacau dibanding saat ini ataukah status quo yang terjadi. Saya skeptis akan ada solusi praktis dan logis terhadap persoalan hutang, nilai tukar, dan konflik SARA. Saya pun skeptis siapapun yang menjadi presiden bisa menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Semoga ada bukti yang mematahkan skeptisme saya.

Source: Facebook
Source: Facebook